Postingan

Jelajah Kasepuhan Ciptagelar

Gambar
Nama Kasepuhan Ciptagelar mungkin belum setenar kampung adat Suku Baduy di Banten atau Kampung Naga di Garut. Namun percayalah, kampung adat yang satu ini memiliki kejutan tersendiri. Pada Juni dan Juli 2014 silam, saya dan 10 teman berkesempatan menginjakkan kaki di bumi Kasepuhan Banten Kidul tersebut untuk melakukan penelitian. Perjalanan dari Ibu Kota menuju Kasepuhan Ciptagelar menghabiskan waktu kurang lebih 12 jam, dimulai dari   Stasiun Bogor, terminal Baranangsiang, sampai ke Pelabuhan Ratu tepat jam 5 sore. Dari Pelabuhan Ratu kami lanjutkan perjalanan dengan menyewa mobil bak terbuka yang telah dipesan khusus via telepon beberapa hari sebelumnya. Idealnya mobil bak terbuka dapat memuat 8 orang, tetapi dengan jumlah “kesebelasan sepak bola”, kami harus mengalah, menekuk kaki sejauh yang kami bisa. Lepas dari Pelabuhan Ratu, perjalan mulai terasa payah karena kondisi badan yang mulai kelelahan dan jalur yang ekstrem. Mobil kami naik dan terus naik menyusuri perbukitan,

Eduard Douwes Dekker, Seorang Belanda Penentang Sistem Tanam Paksa di Indonesia

Gambar
Bismillah. Kisah ini dimulai pada tahun 1830 yang menjadi titik awal terjadinya tanam paksa di Indonesia. Pada tahun itu perlawanan Pangeran Diponegoro jatuh di tangan Kompeni Belanda. Perang melelahkan selama lima tahun itu merupakan perang “termahal” bagi pihak Belanda. Walaupun Kompeni Belanda memenangkan peperangan, tetapi mereka dihadapkan pada kebangkrutan yang luar biasa karena kas Negara yang kosong, VOC bangkrut, dan terlilit hutang sana-sini.  Demi mengisi kembali pundi-pundi kas negara, seorang pensiun Komisaris Jendral Hindia-Belanda bernama Johannes van den Bosch menggagas sistem Cultuurstelsel atau tanam paksa, suatu sistem eksploitasi yang paling mengerikan dan kejam sepanjang masa penjajahan Belanda terhadap Indonesia. Sistem ini memaksa pribumi untuk menanam komoditas laku ekspor seperti tebu, kopi, teh, dan nila pada setengah atau bahkan seluruh tanah pertaniannya. Hasil tanaman tersebut dijual kembali kepada Kompeni Belanda dengan harga murah. Meski sudah dik