Danau Puspa, Riwayatmu Kini..

Melalui tulisan ini saya ingin sedikit berbagi cerita (atau unek-unek?) yang saya, dan mungkin, seluruh warga UI rasakan. Begini ceritanya.. 

Sembilan bulan yang lalu adalah pertama kalinya saya menginjakkan kaki di kampus UI Depok. Jujur saja saya merasa takjub dengan segala fasilitas yang disediakan oleh UI, dan seperti kebanyakan mahasiswa baru lainnya, masa-masa awal kuliah adalah masa dimana saya rajin bereksplorasi di sekitar kawasan UI termasuk mengitari ketujuh danaunya, yaitu Danau Kenanga, Danau Agathis, Danau Mahoni, Danau Puspa, Danau Ulin, dan Danau Salam (atau bisa disingkat Danau KAMPUS). 

Namun, ada sebuah pemandangan yang mengusik batin saya ketika suatu hari  jogging melintasi Danau Puspa. Kala itu sebagai mahasiswa baru saya amat heran , untuk sebuah kampus sebesar UI kenapa danaunya sekotor itu? Padahal letak danaunya paling depan dan terlihat langsung dari jalan utama. Maka, sepulang dari jogging rasa keingintahuan memacu saya untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di Danau Puspa. 
gambar: danau puspa, fortunelly sekarang sampahnya tidak sebanyak seperti saat gambar ini diambil. (sumber: suma.ui.ac.id)


Setelah mencari info sana-sini akhirnya saya peroleh kesimpulan sebagai berikut: 1) Sampah yang menumpuk di sepanjang danau Puspa berasal dari hasil kegiatan masyarakat sekitar yang memebuang sampah sembarangan; 2) Sampah tersebut terbawa aliran sungai dan saluran air hingga bermuara ke danau Puspa; 3) Baik pihak kampus maupun pemerintah Depok sudah mencoba menanggulangi permasalahan ini, tetapi masih belum berhasil menemukan solusi penyelesaiannya; 4) Berbagai aksi pro danau Puspa pun terus dilakukan oleh mahasiswa, tetapi sampah masih tetap berdatangan sampai sekarang.

Rasa kesal dan geram berkelebat dipikiran saya: inikah Indonesia? Sebegitu primitifnyakah masyarakat kita hingga terasa sulit untuk membuang sampah pada tempatnya? Sampai kapan alam akan terus menjadi korban dari kelaliman tindakan manusia? Ini bukan masalah pendidikan ataupun strata sosial yang membuat mereka membuang sampah sembarangan, melainkan masalah budaya, dan melalui tulisan ini saya berharap ada ide-ide baru yang mampu memberikan solusi tentang apa yang seharusnya kita lakukan guna mengubah budaya menyimpang  tersebut. 

Hingga unek-unek ini saya tulis, danau Puspa masih seperti itu, berduka karena kehilangan keanggunan dibalik genangan sampah. Sekarang mari kita renungkan, akankah danau Puspa masih mengisahkan riwayat yang sama ditahun-tahun selanjutnya? saya harap tidak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendakian Tak Terlupakan ke Gunung Rinjani

Tips Meredakan Rhinitis Alergi (Pengalaman Pribadi)

Eduard Douwes Dekker, Seorang Belanda Penentang Sistem Tanam Paksa di Indonesia