Bertamu ke Tanah Para Dewa: Ini Itinerary dan Destinasinya

Bismillah.
Salah satu hal yang saya syukuri terlahir sebagai orang Indonesia adalah diberkahi keindahan alam yang terbentang dari segala ufuk. Hampir semua daerah punya ciri khas dan keindahan masing-masing. Kali ini saya akan mengulas salah satu daerah yang paling membuat saya rindu ribuan kali, Jawa Tengah. Sebetulnya pengalaman saya dan Jawa Tengah tidak akan cukup jika hanya dipayungi pada satu judul posting saja, maka pada tulisan kali ini saya khususkan berbagi pengalaman bertamu ke Tanah Para Dewa: Dataran Tinggi Dieng. Keinginan bersilaturahim ke Dataran Tinggi Dieng dimulai tahun 2006 ketika saya yang masih unyu, rajin menabung, dan suka membaca Majalah Bobo pada membaca artikel Majalah Bobo yang membahas tentang suatu dataran tinggi yang secara administratif berada di antara Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten  Wonosobo, yakni Dataran Tinggi Dieng. Rasa penasaran terhadap Dieng sebagaimana dinarasikan dalam majalah itu tersimpan di hati saya hingga ke bangku kuliah. Beruntung di tahun 2014 momentum itu datang juga: saya melakukan perjalan perdana ke Dataran Tinggi Dieng bersama 8 orang teman kampus. Dengan modal pas-pasan a la mahasiswa dan numpang-nginap-di-rumah-saudara-teman, tibalah kami di Kota Wonosobo.
Dataran Tinggi Dieng (selanjutnya saya singkat DTD saja ya) merupakan lokasi wisata yang ramah, mulai dari orangnya hingga alamnya. DTD paling saya rekomendasikan untuk wisata keluarga, udaranya tak terlampau dingin maupun panas, orang-orangnya juga super ramah, cobalah sapa anak-anak kecil yang kebetulan kamu temui, keluguan mereka benar-benar bikin damai. Soal alamnya? Jangan ditanya, ini benar-benar one stop point, lengkap banget variasi destinasinya. Dan kerennya, untuk menikmati sejumlah destinasi favorit ini cukup 2 hari saja kok, estimasinya 2 hari di luar waktu yang dibutuhkan untuk menuju Wonosobo dari kota masing-masing ya. Biar makin jelas, berikut ini itinirary perjalanan backpacking menuju tanah para dewa versi saya:

Hari ke 1

08.00

Perjalanan dimulai dari gerbang DTD ya, untuk yang sudah booking penginapan di kompleks DTD bisa langsung menuju gerbang DTD. Untuk yang menginap di Kota Wonosobo, dari penginapan bisa naik bis kecil menuju DTD. Kompleks DTD sebenarnya berbentuk melingkar, sehingga setiap lokasi dapat dicapai secara berurutan.

08.00-10.00
Destinasi ke-1: Telaga Warna

Untuk mencapai lokasi ini bisa dengan jalan kaki (rekomendasi) atau sewa motor. Udara di DTD sangat sejuk, apalagi judulnya ini perjalanan backpacking, nggak afdol kan kalau nggak jalan kaki sambil lihat perkebunan sayur dan menyapa warga sekitar. Jika telah tiba di Telaga Warna, saya sarankan untuk mengunjungi goa-goa tersembunyi yang bisa dicapai dengan berjalan kaki, lokasinya agak masuk dan melewati padang ilalang. Memang sih agak sepi dan seram, tapi untuk yang punya rasa penasaran tinggi dan suka bereksplorasi pasti jadi mengasyikkan.
Telaga Warna 

Spot paling hits untuk berfoto


10.00-13.00
Destinasi ke-2: Kawah Sikidang

Dari Telaga Warna, kita tinggal mengambil jalan lurus agak ke kiri (bingung ya?) atau tanya saja kepada petugasnya jalan menuju Kawah Sikidang. Untuk mencapainya kamu bisa berjalan kaki atau naik motor, lokasinya agak jauh. Jika mengikuti itinerary ini maka kamu akan sampai lokasi pada siang hari, kalau cuaca sedang cerah-cerahnya, udaranya cukup panas, jadi siapkan sunblock atau payung. Bagi yang tidak begitu suka dengan udara panas, maka waktu kunjungan ke Kawah Sikidang dapat di-switch dengan Telaga Warna dengan konsekuensi destinasi jadi tidak berurutan (dari gerbang DTD ke Kawah Sikidang harus melewati Telaga Warna dulu), atau jika tidak suka dengan bau belerang, destinasi Kawah Sikidang dapat dilewatkan (tapi sayang sih kalau dilewatkan). Waktu itu saya baru pertama kali melihat yang namanya kawah sehingga merasa super excited, dan ternyata memang menarik sih karena ukuran Kawah Sikidang ini cukup besar, dan suara dari dalam bumi seperti generator raksasa.
Kawasan Kawah Sikidang

Asapnya itu loh warbiasah


13.00-14.30
Destinasi ke-3: Kompleks Candi Arjuna
Di sini kamu akan disuguhkan potret epik antara candi dan rerumputan hijau, juga ada taman-taman bunga. Jika beruntung kamu bisa menyaksikan saudara-saudara kita umat Hindu yang tengah beribadah di Candi Arjuna. Setelah puas di Candi Arjuna, bersiap untuk kembali ke gerbang DTD untuk pulang ke penginapan. Eits.. sebelum pulang, coba lihat ke sekitar, jika ada penjual kentang goreng maka cobalah mampir, makan kentang goreng yang fresh dari kebun di tengah cuaca sejuk dan landscape perkebunan wortel akan membuat rasa kentangnya jadi enak berkali-kali lipat. Disini juga kamu bisa beli oleh-oleh manisan carica (mostly hampir di seluruh Wonosobo ada jualan carica), buat yang bapak-bapak bisa juga coba minum kopi purwaceng yang katanya bisa untuk meningkatkan stamina.
Umat Hindu yang beribadah di kawasan Candi Arjuna

Langit boleh mendung merana, kami tetap ceria :D


15.00
Kembali ke penginapan, optimalkan waktu istirahat dan jangan begadang, karena destinasi di hari ke-2 akan menguras energi.

Catatan:
1.  Bagi muslim, ibadah sholat zuhur dapat dilakukan di mushola kecil yang ada di kawasan Telaga Warna, atau bisa juga sholat zuhur jamak diwaktu ashar saat tiba di penginapan.
2.  Buat yang berasal dari luar kota saya sarankan jika naik kendaraan umum pilihlah moda bis, karena jika menggunakan kereta harus turun di Purwokerto dan melanjutkan dengan bis lagi, melelahkan.
3.  Bagi yang kembali ke Kota Wonosobo, perhatikan waktu karena bus dari DTD menuju Wonosobo hanya ada sampai pukul 15.00 WIB. Unless kamu sewa kendaraan sendiri. Sangat tidak disarankan mengemudi sendiri jika belum berpengalaman karena dari kompleks DTD ke Kota Wonosobo pada sore hari kabutnya sangat tebal dan jalanan kanan-kiri tebing.
4. Semua destinasi di hari-1 sudah dikelola oleh Dinas Pariwisata, sehingga pengunjung dikenakan tiket retribusi, tenang saja murah kok (harga tidak saya sebutkan karena khawatir berubah sewaktu-waktu).
5.  Saya sarankan untuk membawa payung, pada sore hari kondisi cuaca Wonosobo serba mendung-sendu.
6. Jika kamu lebih suka perjalan yang lebih tenang, maka datanglah pada weekdays. Destinasi hari ke-1 merupakan lokasi populer yang saya yakin masuk dalam list setiap insan yang berkunjung ke DTD.
Hari ke 2

Untuk destinasi hari ke 2  saya merekomendasikan Bukit Sikunir, Telaga Cebong, Sumur Jalatunda, dan Danau Dringo. Tapi, untuk menuju semua destinasi wisata itu membutuhkan kendaraan sewaan, dan saya sarankan untuk menyewa mobil saja karena beberapa lokasi kontur jalannya berlubang.

03.00-07.00
Destinasi ke-1: Menikmati Sunrise di Bukit Sikunir

Judulnya kan ingin menikmati sunrise, maka konsekuensinya harus datang sebelum subuh (penting: jangan sampai kesiangan). Yap, berangkatlah dari penginapan sekitar jam 3 subuh. Jangan lupa untuk membawa jaket, makanan berkarbohidrat (secukupnya saja, jangan memberatkan perjalanan), air mineral, dan (kalau mau) bawa termos kecil berisi coklat panas / kopi, duh jadi kebayang syahdunya ngopi pagi ditemani alam dan pegunungan. Oke balik lagi, dari parkiran ke Bukit Sikunir tidak terlalu lama, kita cukup hiking 15-20 menit. Setelah tiba di puncak Sikunir tetap perhatikan langkah saat rebutan spot dengan pengunjung lain, alam tetaplah alam, kepeleset sedikit habis deh cerita jalan-jalannya. Nah, bagi yang suka ketinggian, dari Bukit Sikunir kita dapat menyaksikan Gunung Sindoro, Sumbing, Merababu dan Merapi.
Menanti golden sunrise

Catch the sun!

Gunung Sindoro yang berdiri paling gagah

Perbukitan di sekitar Puncak Sikunir

07.00-07.30
Destinasi ke-2: Danau Cebong

Setelah dari Bukit Sikunir, kita bisa mampir sebentar ke Danau Cebong. Titik terbaik untuk melihat Danau Cebong adalah dari atas, tepatnya saat turun dari Bukit Sikunir, airnya yang kebiruan ditimpa sinar matahari pagi benar-benar membuat pengunjung nggak berhenti bilang “waaah”. Kalau mau lebih asyik lagi sebenarnya kita bisa camping di Danau Cebong yang lokasihnya tepat di bawah Bukit Sikunir, tentu akan merubah itinerary-nya.
"Waah" Danau Cebong

07.30-10.00
Destinasi ke-3: Sumur Jalatunda

Satu kata untuk mendeskripsikan lokasi ini: purba! Sebenarnya tidak banyak yang dapat ditelusuri di lokasi Sumur Jalatunda, tapi mumpung di Dieng sekalian saja kita telusuri setiap jengkal tanahnya (huh, hiperbola). Lokasi Sumur Jalatunda ada di arah Banjarnegara, atau untuk lebih jelas bisa tanya warga sekitar karena belum ada penunjuk arah yang jelas. Tiba di parkiran kita akan disambut puluhan anak tangga untuk menuju pondokan kecil di bibir sumur. Meski menggunakan kata “sumur”, penampakannya ternyata seperti jurang raksasa  yang di bawahnya terisi air. Dinding jurang dipenuhi dengan lumut dan tumbuhan paku, ini yang membuat suasana purbanya terasa banget. Ngomong-ngomong soal Sumur Jalatunda, saya ada pengalaman unik, mulanya saya berpikir “oh yasudah, ini sejenis jurang yang isinya air”, kemudian saat saya beli oleh-oleh kebetulan ada kripik yang labelnya berisi informasi wisata Wonosobo (asli, ini kreatif yang bikin label!) disana ada info soal Sumur Jalatunda. Voila, ternyata Sumur Jalantunda bukanlah jurang-yang-isinya-air; Sumur Jalatunda dahulunya adalah kaldera gunung berapi, yang kini sudah mati. Hingga saat ini, belum diketahui kedalaman pasti kaldera ini, tidak ada yang pernah masuk atau bahkan menyentuh permukaan air di dalamnya. Well, setelah membaca itu saya baru merasa takjub sekaligus ngeri.. who know kalau ternyata Jalatunda itu dalamnya  ratusan meter.
Anak tangga menuju pondokan Sumur Jalatunda

Sumur Jalatunda, aslinya ini besar dan dalam

11.00-12.00
Destinasi ke-3: Kawah Candradimuka

Lokasi kawah ini agak terpencil dan semakin jauh dari kompleks DTD. Yang mengagumkan dari kawah ini adalah bagaimana sumber air panas belerang bisa berdampingan dengan sumber air tawar yang dingin, jaraknya hanya 1-2 meter. Untuk mencapai sumber air panas ini kita harus menuruni tebing tepat di samping kawah, cukup menegangkan juga karena asap belerang dari kawah ini bertiup sesuai arah angin, sehingga saat arah angin bertepatan dengan posisi kita maka asap kawah akan langsung “menyerbu”, itulah mengapa petani sekitar mewanti-wanti agar memperhatikan arah asap, ketika asap menuju posisi kita maka segeralah jongkok. Saya sendiri merasakan serbuan “awan belerang” tersebut di Kawah Candradimuka, bau belerangnya cukup membuat sesak nafas. Jika hari sebelumnya saya excited melihat Kawah Sikidang, maka di kawah ini saya dibuat makin melongok; jika di Kawah Sikidang suaranya seperti mesin generator, maka di sini suaranya seperti helikopter...
Kawah Candradimuka

12.00-14.00
Destinasi ke-5: Danau Dringo

Masih di hari ke-2, dan masih di kawasan Kawah Candradimuka. Dari parkiran kawah, kita bisa ambil jalan yang terus naik, tidak perlu belok, hanya perlu sabar karena kontur jalannya semakin menjadi-jadi. Pemberhentian selanjutnya sekaligus yang terakhir adalah Danau Dringo. Belum ada pengelolaan khusus di lokasi ini, tidak ada pula petunjuk arah, jadi satu-satunya yang bisa diandalkan adalah bertanya pada petani sekitar yang kebetulan lewat. Karena belum dikelola, maka mobil hanya bisa diparkir di pinggir jalan (kalau motor masih bisa ‘dipaksa’ masuk). Dari pinggir jalan kita akan memasuki wilayah semak belukar dan berjalan kaki sekitar 200 meter. Dan selamat menyaksikan hamparan bukit teletubbies dan danau berwarna hijau  lumut. Jika mengikuti itinerary ini kita akan sampai di danau siang bolong, asli panas.  Tapi yakin deh, eksotika danau ini terlalu sayang untuk ditinggalkan hanya karena udara panas.
Danau Dringo yang cantik

Sisi kiri Danau Dringo


Catatan:
1. Bagi yang muslim, saya sarankan untuk menjamak sholat zuhur dan ashar di penginapan. Atau kalau mau, bisa juga sholat di padang rumput Danau Dringo, wudhu-nya pakai air danau/bawa air kemasan.
2. Di hari ke-2 akan banyak destinasi yang disinggahi, maka siapkan segala akomodasi, bensin kendaraan, dan logistik. Mulai dari Sumur Jalatunda hingga Danau Dringo tidak ada penjual makanan karena sebenarnya destinasi tersebut belum benar-benar dikelola, masih alami.
3.  Saat saya berkunjung di tahun 2014, destinasi yang dikenakan retribusi resmi hanya di Bukit Sikunir dan Sumur Jalatunda.
4. Kontur jalan yang akan dilalui tidak mulus, sehingga butuh kesabaran dan semangat bagi yang ingin menuju lokasi-lokasi di hari ke-2, tapi tenang saja semuanya akan terbayar setelah tiba di destinasi.
5. Jika punya waktu dan tenaga lebih, sebenarnya kami diberi tahu petani sekitar bahwa 500 meter dari Danau Dringo terdapat makam tua dari seorang ulama yang menyebarkan Islam di wilayah DTD. Sayangnya nama ulama itu tidak diketahui karena batu nisannya sudah tidak terbaca lagi. Sayangnya lagi, saya tidak berkesempatan ziarah ke makam tersebut karena teman-teman sudah kehabisan tenaga.
6. Selain Kawah Sikidang, masih ada kawah raksasa lainnya yang bisa dikunjungi, yakni Kawah Saleri, tetapi dalam itinerary ini kemungkinan waktunya tidak akan cukup untuk mengunjungi Kawah Saleri.
7.  Semua destinasi di hari ke-2 memiliki mitos-mitos yang seru untuk disimak, tapi sengaja tidak saya ceritakan. Kalau mau tau apa saja mitosnya datang langsung ke sana ya!
Overall, saya bisa katakan bahwa wisata Jawa Tengah itu memang tidak ada matinya, semua tentang provinsi ini memang serba indah. Sementara itu, perjalanan ke DTD menjadi titik balik saya menemukan passion pada kegiatan backpacking (terima kasih Dieng dan Jawa Tengah, muaah). Saya pun tidak mengira ternyata kunjungan ke Wonosobo tahun 2014 itu bukan jadi perjalanan yang pertama dan terakhir, justru jadi “agenda tahunan” saking banyaknya destinasi wisata di Wonosobo dan sekitarnya yang belum saya khatamkan.
Perjalanan itu bukan cuma soal lari dari kepenatan, nyatanya suatu perjalanan dapat menginspirasi orang begitu dalam loh, siapa tahu cerita saya di atas dapat pula menginspirasi kamu untuk bolos kuliah/kerja. Terakhir, jangan lupakan petuah ini: jangan mengambil apapun kecuali foto dan jangan meninggalkan apapun kecuali jejak. Selamat merencanakan perjalanmu ke Tanah Para Dewa!



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendakian Tak Terlupakan ke Gunung Rinjani

Tips Meredakan Rhinitis Alergi (Pengalaman Pribadi)

Eduard Douwes Dekker, Seorang Belanda Penentang Sistem Tanam Paksa di Indonesia