Jelajah Curug di Kawasan Sentul: Dari Curug Tanpa Nama Sampai Curug Hordeng yang Hits Itu

Bismillah.
Wah sudah sebulan lebih jari tidak menari di atas keyboard kecuali untuk urusan skripsi. Alhamdulillah skripsi sudah selesai jadi bisa curi waktu untuk posting lagi. Hmm sepertinya setahun belakangan wisata air terjun atau yang dalam bahasa Sundanya disebut curug sedang jadi tren di tengah masyarakat urban Jabodetabek. Mulai dari Sentul, Jonggol, Parung, dan kawasan Bogor lainnya sedang kebanjiran kaum urban yang pada butuh piknik. Mungkin tren ini juga yang melatarbelakangi pihak reservasi.com untuk memberi hadiah liburan ke curug di kawasan Sentul bagi para pemenang harapan (?) di lomba blog-nya. Iya, ceritanya saya jadi salah satu pemenang harapannya, makanya dapat hadiah jalan-jalan gratis.
Jadi kali ini saya mau sharing pengalaman jalan-jalan gratis ke kawasan curug di Sentul, tepatnya  di Desa Cibeureum. Di perjalanan kali ini saya ditemani lima orang kece yang empat diantaranya baru pertama kali saya kenal, yaitu Azza (kalo ini junior saya, jadi sudah pasti kenal), Mbak Widha (pemenang lomba blog juga), Mbak Putri (temannya Mbak Widha), Mas Dzul (perwakilan dari tim reservasi.com), dan Mas Jemmy (guide dari Bogor Juara), duh banyak sebut merk nih :D
Oke lanjut. Saya dan Azza berangkat subuh-subuh ke lokasi meeting point yang telah disepakati: Kebayoran Lama. Berangkatnya dari Depok. Sounds weird? Yes! Dari Depok ke daerah Kebayoran Lama jalan-jalannya ke Sentul, haha, tidak apa biar jadi bagian dari perjalanan.

Dari "mama kota" kami berangkat lewat jalan tol (tol apa ya namanya? Jagorawi? entah) sekitar pukul setengah 7 pagi, pukul 8 kami sampai ke kawasan Sentul City, lalu tukar mobil ke mobilnya Mas Jemmy. Perjalanan dari Sentul City ke kawasan air terjun cukup lama loh, sekitar 1-2 jam. Setengah jam pertama kontur jalan masih bagus  walaupun cukup sempit memasuki daerah perkampungan warga. Setengah jam selanjutnya jalanan sangat berbatu dan menanjak, cukup membuat deg-degan terlebih saya dan Azza duduk di kursi paling belakang. Namun saya pribadi sangat menikmatinya, cukup menantang. Pemandangan di sekitar cukup menghibur mata, kanan-kiri hutan dan sawah. Selesai dengan urusan tiket masuk dan parkir mobil, kami baru memulai trekking. Nah, saya pun tidak tahu rincian biaya tiket masuk dan uang parkirnya berapa karena sudah ter-cover dalam paket hadiah, punten.

Perjalanan dari tempat parkir ke lokasi air terjun tidak begitu lama, hanya sekitar 30-45 menit, tergantung kekuatan fisik masing-masing orang, buat saya yang suka lompat sana-sini sih tidak begitu berat, masih lebih berat rute Gunung Batu Jonggol. Pemandangannya? More than expectation. Dapat membuat saya bernostalgia pada pendakian di gunung.

Pemandangan selama perjalanan yang berkabut a la gunung banget, semua masih serba hijau!


Setelah mendaki sekitar 45 menit, kami bertemu dua persimpangan. Kalau belok kanan akan langsung menuju Curug Cikembar, kalau belok kiri maka akan menuju curug tanpa nama yang jadi tajuk posting ini. Dalam perjalanan ini, total curug yang kami datangi ada 7, dan curug tanpa nama adalah curug yang pertama yang kami kunjungi. Beruntung karena datang lebih pagi dan langsung ambil belokan kiri, ketika tiba di curug hanya ada kami padahal saat itu hari Minggu. Jadi berpuas-rialah kami berenam di curug tersebut. Warna airnya benar-benar biru dan bening loh.

Curug pertama yang dikunjungi: curug tanpa nama :)
Bisa lihat kan pada foto di atas? airnya masih benar-benar bening. Selain itu airnya juga cukup dingin. Satu lagi yang saya kagum dari curug di wilayah ini: tidak banyak sampah.

Sengaja tidak diedit, aslinya lebih cantik lagi (airnya)

Setelah puas bermain di curug tanpa nama, kami melanjutkan perjalan turun. Ya, curug tanpa nama adalah deretan curug dengan posisi yang paling tinggi diantara enam curug lainnya.
Curug kedua adalah Curug Hordeng. Hmm sepertinya untuk curug yang satu ini sudah tenar ya, apalagi di instagram. Memang sih lokasinya instagramable, tapi di sini jauh lebih ramai dari pada curug tanpa nama, pun begitu pemandangannya tetap bagus kok.

Airnya itu loh

Di Curug Hordeng, selain bisa foto split pakai dome kalian bisa ngeksis juga dengan foto pakai hammock. Yap, lagi-lagi, instagramable. Kami cukup lama juga di curug ini, karena empat rekan seperjalanan saya tidak mau melewatkan kesemptan berburu foto di lokasi ini. Wajar sih, karena perjuang menuju curug ini juga cukup menguras tenaga, selain itu yang membuat jadi lama adalah antre, most of them adalah remaja atau mas-mbak usia narsis produktif gitu. Sekali lagi, saya coba mencari sisi positifnya, anggap saja itu wajar, toh mereka jauh-jauh dari Jakarta menyempatkan diri di tengah kepenatan bekerja dalam sepekan. Setelah puas berfoto menikmati Curug Hordeng, kami melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutya: Curug Cikembar.

My first impression terhadap Curug Cikembar adalah buih air terjun yang meluap-luap. Oh iya sedikit curhat, jadi sepanjang dari curug tanpa nama hingga ke Curug Cikembar saya dan Azza tidak ikut basah-basahan karena kami memilih menahan diri hingga waktu shalat zuhur karena baju kering kami tinggal semua di mobil,  selesai menunaikan kebutuhan baru main air. Nah di Curug Cikembar bertepatan dengan datang waktu zuhur. Perasaan saya cukup meluap, kebayang kan bagaimana syahdunya wudhu dari aliran air terjun, segar banget. Nah selesai shalat, saya langsung meluncur ke bawah air terjun Cikembar, seru juga main di luapan airnya, mirip seperti air yang diberi detergen, berbusa-busa. Oke mulai absurd, skip.

Mupeng lihat busa-busa di air terjunnya

Kami cukup lama berhenti di Curug Cikembar,karena kata Mas Jemmy, curug-curug selanjutnya air mulai keruh, imbas dari curug di atasnya yang sudah "dipakai" berenang oleh manusia-manusia yang butuh piknik ini. Nama curug selanjutnya adalah Curug Ciburial. Untuk saya pribadi, saya tidak akan lupa dengan curug yang satu ini, karena kemarin itu saya nyaris tenggelam (baca: kelelep) di Curug Ciburial. Airnya termasuk masih bagus sih, biru, tapi ternyata dalam. Curug ini adalah yang paling dalam di antara curug-curug lainnya, kedalamannya 4-5 meter dan ada pusaran air di tengahnya, berbahaya. Kemarin pun saya, Azza, dan Mbak Putri hanya main dipinggiran yang airnya hanya setinggi pinggang, tapi tiba-tiba saja batu yang injak jatuh/longsor, otomatis saya ikut jatuh. Pas banget jatuhnya ke kolam yang 4-5 meter itu. Untung saja Azza sigap, dia langsung berteriak memanggil Mas Dzul, eh yang dipanggil malah gak peka, dikiranya kami sedang bercanda. Kemudian ada mas-mas yang tiba-tiba langsung melompat dan mendorong saya ke pinggir. Orang-orang baru sadar kalau saya hampir tenggelam ketika mas-mas itu sudah mendorong saya ke pinggir, malu juga saya karena semua mata terjudu pada saya.

Ini dia Curug Ciburial, detik-detik sebelum kelelep, lokasi yang bahaya ada di sebelah kanan dari foto

Setelah kelelep, kami melanjutkan perjalanan ke curug selanjutnya (ini sudah curug ke berapa ya?). Nah mulai dari Curug Ciburial ini, curugnya tidak ada nama dan airnya semakin keruh. These pictures say a lot.

Curug tanpa nama 2


Di curug tanpa nama 2, seru banget untuk main air, pertama karena tidak begitu dalam, paling dalam setinggi 1,5 meter. Kedua, arus airnya tidak begitu kuat dan banyak batu untuk jadi pegangan. Tapi untuk mencapai curug ini harus hati-hati karena treknya curam, terpeleset sedikit maka selesai cerita pikniknya. Puas main air di sini, lanjut turun ke curug yang masih satu aliran dengan curug tanpa nama 2, yakni curug tanpa nama 3.

Pendek sih air terjunnya, tapi itu dalam, jadi hati-hati

Di curug tanpa nama 3 kami lebih banyak duduk-duduk saja, karena dua kolam yang ada di foto itu (dibatasi satu batu besar di tengah) cukup dalam, sekitar 3 meter. Kalau bisa berenang sih lain cerita ya, tinggal lompat aja.





Dan ini yang terakhir, curug tanpa nama 4. Masih kelanjutan dari aliran air curug tanpa nama 3. Di sini semakin tidak bisa main air karena airnya makin dangkal, penuh bebatuan, dan badan yang mulai capek, jadi cukup duduk-duduk saja.

Baiklah, itu tadi cerita singkat tentang perjalan saya ke kawasan curug di Sentul. Ada beberapa saran nih dari saya untuk pembaca yang mau menjelajahi curug di sana juga:

1. Jangan nyampah walau hanya bekas puntung rokok. Jangan pura-pura tidak tahu, itu tempat wisata bukan tempat sampah :)
2. Ajak teman minimal 1 orang yang bisa berenang, bukan karena alasan ecek semacam jones kok, tapi demi keselamatanmu. Belajar dari pengalaman saya yang kelelep tadi ternyata alam tetaplah alam dengan segala keindahan dan sisi liarnya. Jadi harus tetap hati-hati.
3. Latihan fisik, total perjalanan yang saya lakukan di kawasan air terjun adalah 6 jam. Kebayang kan betapa beratnya jika tubuh tidak fit?
4. Pakai sandal gunung, jangan sepatu. Pilih kostum yang sesuai, jangan lupa bawa baju ganti.
5. Siapkan perbekalan yang cukup, tidak seperti Leuwi Lieuk atau Leuwi Hejo, di kawasan ini tidak banyak terdapat warung.
6. Nikmati saja perjalanannya, hmm bagi saya kawasan ini bukan termasuk kawasan piknik yang semua serba nyaman, jadi jika memang tidak termasuk orang yang suka wisata alam yang sedikit menuntut jiwa petualang, coba cari destinasi lain yang lebih bersahabat. Jangan paksakan diri untuk ke sini :)
7. Dan jika mencari ketenangan, sangat tidak direkomendasikan untuk datang ke kawasan ini, atau datanglah pada hari kerja. Akhir pekan di sini sungguh ramai.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendakian Tak Terlupakan ke Gunung Rinjani

Tips Meredakan Rhinitis Alergi (Pengalaman Pribadi)

Eduard Douwes Dekker, Seorang Belanda Penentang Sistem Tanam Paksa di Indonesia