Pendakian Gunung Cikuray Via Pemancar 2019: Kasihan Lutut Tapi Seru

Bismillah.

Assalamu'alaikum warga blog!!! Tahukah kalian bahwa tahun 2019 ini saya nggak menargetkan akan mendaki kemana-mana? Saya niatnya mau fokus dulu ke kerjaan selama satu tahun, eh ternyata saya justru berkesempatan mendaki Gunung Ciremai pada bulan April, Bukit Prau pada bulan Juni, Gunung Cikuray pada bulan Oktober, dan Gunung Papandayan pada bulan Desember, kok jadi banyak yak neng 😂 Yawdahlah yaa intinya saya bersyukur ternyata semesta mendukung buat ngejalanin hobi yang satu ini. Balik lagi ke Cikuray, pendakian cihuy ini saya lakuin dari tanggal 25-27 Oktober 2019, awalnya saya cari teman nanjak bareng ke Gunung Sumbing lewat ig story (ini rencana sejak kapan tau tapi belum kesampaian juga hiks), alhamdulilah ada 2 mangsa teman yang kejaring yakni Lord Ubay dan Ghozi. bagi saya pendakian ini istimevvah karena dua orang ini adalah para suhu saya dibidang pendakian, Ubay adalah tokoh yang saban hari ngajarin saya naik gunung, sedangkan Ghozi adalah junior saya di kampus, dia anak mapala UI qaqa~
Setelah ikhtiar nyari orang lagi yang intinya ga ada yang prospek, akhirnya kami sepakat fix jadi berangkat ke Sumbing meski hanya bertiga. Tibalah waktu ketika kami mau beli tiket kereta Pasar Senen-Purwokerto, ga taunya tiket kereta yang murah udah sold out cuy 💔 kita bertiga jadi mikir lagi untuk ganti destinasi ke Garut aja biar lebih murah #sikap . Setelah istikharah akhirnya kita sepakat ke Cikuray walaupun sebenernya Ubay dan Ghozi sudah pernah ke sana (huhu baik banget kelen mau ngalah demi gue). Without any further ado  mari kita mulai chapter nanjak Gunung Cikuray!!!

Dari gambar ini dah tau lah yaa kami dapat sunrise hehe

Jumat, 25 Oktober 2019

Kantor saya tuh kalau hari Jumat pulang kerjanya jam 16.30 WIB, sore banget huft (naq swasta auto triggered), jadi begitu sampai kosan saya buru-buru untuk double check perlengkapan nanjak, mandi bersih-bersih, sholat magrib, dan duduk manis menunggu adzan isya. Setelah kelar sholat saya langsung pesan gojek menuju Pool Bus Primajasa di Cililitan. Setengah jam berkendara melewati jalanan ibu kota yang mengingatkanku pada mantan sampailah saya di pool bus, ada Ghozi yang tiba lebih dulu. Sudah sekian purnama nih saya nggak ketemu Ghozi, sambil nunggu Ubay kami ghibah-ghibah santuy astagfirullah, jam 20.30 WIB Ubay datang juga, kami langsung  menuju bus tujuan Garut dengan ongkos Rp 60.000 per orang. Jam 21.00 an bus berangkat~

Alhamdulillah kali ini jalan tol Bekasi-Cikampek aman terkendali nggak horor kayak waktu saya ke Prau Juni lalu . Ga butuh waktu lama, saya udah tidur lelap, Jumat tu puncak lelah setelah kerja dari hari Senin, ahaha. Di antara alam mimpi sayup-sayup suara Ubay membangunkan saya dan Ghozi, ternyata kami telah tiba di lokasi meeting point. Setengah oleng saya turun dari bus sambil mengumpulkan nyawa, saya tengok jam, ebuset masih jam 01.00 WIB dong yaamfun ini cepat banget sampai Garutnya teman-teman!! Saya kira tuh akan sampai Garut sekitar jam 3 gitu deh, saya agak mikir juga, jam 1 malam nongkrong di warung basecamp nunggu pagi tu tersiksanya macam apa yah, soalnya saya harus saving energy untuk Latsar minggu depan.

Kayak anak ilang duduk-duduk di pinggir jalan tengah malam
Setengah jam menunggu dalam kebimbangan akhirnya mobil jemputan datang juga. Di jalan kami ngobrol-ngobrol dengan drivernya, sampai pak driver bilang "Kita ke bc nya besok pagi aja ya? Soalnya ini udah malam neng, saya anter ke homestay tetangga saya aja ya, gratis kok", masya Allah hepi dong saya dengernya 😆 Sekitar 45 menit berkendara, kami sampai di sebuah rumah kayu dengan banyak ruangan.

"Ayo istirahat-istirahat dulu a, ini kami abis dari bantu madamin api di lereng gunung, ada kahutla dari kemarin", kata si bapak pemilik homestay.

"Neng nya tidur di kamar aja, sini" saya pun diantar ke ruang kamar, sedangkan para laki-laki tidur di ruang tamu, and you know what, ini kamarnya proper banget dong ada kasur, selimut, bantal, dan boneka beruang segede kambing, ya Allah hepi banget saya. Akhirnya malam itu kami semua bisa tidur dengan nyaman.

Sabtu, 26 Oktober 2019
Jadi sebenernya part di atas sudah masuk tanggal 26 Oktober cuma ywdc saya maunya ditulis di atas. Okeh! Pagi ini saya bangun, cuci muka gosok gigi evaluasi dan repacking perlengkapan pendakian dengan Ubay dan Ghozi di ruang tamu.

Muka abang-abang pada baru bangun tidur
Ternyata tadi malam ada satu rombongan lagi yang tiba di homestay ini, yakni 4 orang laki-laki entah abang-abang apa adek-adek, ceritanya pas part ini saya belum kenal.

"Mie bang", salam pembuka mereka kepada kami sambil menyodorkan mie instan sepanci-pancinya, mengalihkan perhatian kami bertiga yang lagi FGD (Focus Ghibah Discussion, ampuni kami yaa Allah).

Yang tetiba pada nawarin mie, itu tutup pancinya tuh
Dari logatnya fix ini bukan orang Jawa sih. Kami pun ngobrol-ngobrol, dan benar saja tebakan saya, mereka berempat ternyata berasal dari Aceh dan Medan yang sedang ngabdi di salah satu pesantren di Kota Bandung. Saya kagum juga tuh pas denger ii wow pesantren jaman cigeum mudah ya ngasih izin santri buat main ke luar, mendaki gunung lagi. Setelah cerita-cerita lebih jauh, gak taunya mereka lagi minggat dari pondok dong hahaha savage juga kalian bang (if you anak pesantren you can relate this). Di tengah proses taaruf ini, suddenly pak driver ngasih arahan ke kami,

"Ini digabung aja ya rombongan kalian sama rombongan anak Sumatera", okesip maka resmilah kami konsolidasi grup jadinya bertujuh uwu~

Jam 8.30 WIB kami bersiap di atas mobil bak yang akan membawa ke basecamp Gunung Cikuray via Pemancar. Yang mengasyikkan dari jalur ini adalah kita akan melewati perkebunan teh, bikin mata adem deh. Nahh yang gak enaknya.. Sepanjang jalan dari kebun teh sampai basecamp jangan berharap ada jalan aspal mulus, jadi siap-siap aja ntu badan bakal keguncang-guncang kurleb 30 menit. Sampai di bc kami makan nasi dulu sambil ngepasin waktu biar start nanjak sekitar jam 10 pagi.

Ini dia BC Gunung Cikuray via Pemancar, keliatan kan kebun tehnya di belakang
Isi energi sebelum pendakian panjang
"Ntar tuh jalurnya lewat situ tuh" Ubay menunjuk ke arah jalan setapak di perkebunan teh, jalannya tersembunyi di antara pepohonan, penampakannya kayak bukan jalur pendakian.

Berdebu.

Itu kata pertama yang terlintas di kepala saya saat melihat pangkal jalur pendakiannya, yaa mungkin karena pengaruh kemarau panjang kali ya, tanahnya jadi berdebu banget. Oke deh sambil mikir saya lanjut makan. lapar banget ternyata. Kelar makan kami istirahat sebentar sambil nurunin nasi. Jam 10 teng kami nyamperin Tim Santri di warung sebelah, biar afdol kami doa bersama dulu, dan pendakian pun dimulai.

Sebelum nanjak foto duluu
Dari jalan setapak kita akan langsung dihadapkan pada jalur kebun teh yang cukup menanjak. Ini belum masuk area registrasi pendakian yah gais, baru jalan dari parkiran mau ke pos pendaftaran.  Tim Santri gas poll di depan kami. Okelah kami bertiga nyicil santai, satu langkah.. dua langkah, sambil penyesuaian ngatur nafas, kemudian kami papasan sama  Tim Santri yang mulai ngos-ngosan.

"Ketemu di depan ya bro", kata Ubay
"Siap bang", sahut  Tim Santri

Dan itulah pertemuan terkahir kami dengan  Tim Santri selama di perjalanan naik 😂😂😂

Kami sampai di pos pendaftaran, sambil narik napas, saya jalan ke belakang pos, mual. Kemudian saya minum tolak angin buat mencegah hal-hal tak diinginkan lainnya.

"Muntah lu La?" Kata Ubay
"Mual, kayaknya karena abis makan langsung nanjak"
"Mantep kan jalurnya, baru mulai udah langsung gigi satu" timpal Ubay.
"Hehe" Saya cuma bisa ketawa cengengesan, berusaha menolak sugesti soal 'jalan nanjak' dari Ubay biar fisik dan mental tetap terkondisikan. Kelar sama urusan registrasi, kami lanjut jalan, meninggalkan Tim Santri yang tak tau dimana rimbanya.

Trek dari jalan setapak sampai beberapa ratus meter setelah pos pendaftaran adalah area yang terbuka, hampir tidak ada pohon tinggi yang jadi peneduh, selain itu jalurnya adalah tanah kering, amat sangat berdebu, dan absolutely, nanjak. Di sinilah lokasi terakhir yang ada warungnya, jadi kalau yang belum beli stok air minum dis is ur las cans. Balik lagi ke kondisi saya yang mulai kleyengan dengan pukulan pertama jalur Cikuray ini, kebayang nggak sih, jalur berdebu, kering, panas gils pars.  Ubay berusaha memberikan dukungan moral.

"Ntar kalo udah masuk vegetasi hutan rapat udah enak kok La, adem adem"

Saya menguatkan batin oke La ini ga ada seberapanya sama penderitaan para korban perang dunia 2 yang dipaksa kerja rodi, kejauhan memang saya mikirnya, tapi efektif. Setelah setengah jam yang terasa seperti berjam-jam, kami akhirnya masuk ke vegetasi hutan. Ya Allah rasanya itu nyesss banget, adem poll! Tapi apakah rintangannya sudah berakhir? Oh tentu tydac wahai anak muda, yang saya ingat betul dari parkiran mobil sampai ke batas vegetasi hutan ini jalurnya nanjak terus. Di sini nafas saya makin pendek dan kepala terasa berat, tapi kami terus mencicil pendakian, karena kami targetkan pukul 5 sore sudah sampai camping ground di pos 6.

Dengan perjuangan yang penuh peluh dan debu (in literal means) kami sampai juga di pos 1. Kami tidak lama istirahat di sini, kami langsung bablas lanjut ke pos 2 dan berencana istirahat makan siang di pos 3. Dari pos 1 jalur pendakian semakin liar, tak hanya 'dada ketemu lutut' saja, tapi kontur sepanjang jalur mulai dipenuhi oleh akar yang membuat kita mesti fokus dan berhati-hati biar nggak kesandung, panjang cuy urusannya kalau sampai jatuh, kanan kiri jurang. Saya bersyukur selama pendakian cuacanya cerah, nggak kebayang deh melewati jalur ini saat hujan, ini pas kering aja rasanya subhanallah banget ngga ada ampun. Saat di jalur menuju pos 2 kepala saya makin kleyengan, mata merah, dan perut nggak karuan; inikah akhir perjalan karir saya di dunia pendakian? Akhirnya saya minta stop sebentar dan muntah, ini benar-benar puncak kelelahan menghadapi tanjakan Cikuray. Setelah mengeluarkan isi lambung, tarik nafas, akhirnya saya baru mulai merasa lebih baik dan nggak pusing lagi. Bukhan main ni gunung, baru kali ini saya mendaki gunung sampai muntah gara-gara jalurnya.. Dari sini saya mulai paham, meski pahit tapi kata-kata Ubay memang benar: nih jalur bakal nanjak terus hampir ga ada bonus dong :"

Detik-detik sebelum muntah

Nih treknya
Di pos 2 menuju pos 3 turun kabut, dan somehow ini benar-benar menenangkan hati saya, sudah lama sekali rasanya ndak lihat kabut begini.. Karena waktu saya ke Ciremai dan Prau kemarin tidak ada kabut sama sekali. Kami pun berhenti sejenak tanpa komando, pada kangen kabut nih ceritanya :')

Kabut gais!!!
Setelah itu, perjalanan dilanjut ke pos 3 karena perut Ubay dan Ghozi sudah meronta-ronta. Kami tiba di pos 3 dengan para pendaki lain yang juga lagi istirahat, yaps saking dikitnya bonus di jalur rangorang akhirnya pada numpuk rehat di pos 3; area pos inilah yang cukup datar dan luas. Kami langsung bongkar muatan, si Ubay dan Ghozi udah ready sama 2 bungkus nasi yang kami beli tadi di bawah, saya sih memilih skip makan siang, takut muntah. Ubay dan Ghozi asik sama nasinya, saya lepas keril sambil selonjoran mantap kali. Pas lagi asik istirahat tiba-tiba rombongan pendaki di kanan belakang kami pada ribut, serempak kami menoleh ke arah sumber suara, ternyata ada babi gaisss... Kayaknya si babi mencium bau makanan, tau aja dia di pos ini para human lagi pada makan siang. Saya nahan ketawa lihat si Ubay sama Ghozi kelabakan bawa makanan dan keril sambil mulutnya masih pada ngunyah 😂 Semua orang langsung pada buka jalan untuk menghindari si babi, kocaknya ni babi kalem, dia ngeloyor aja jalan terus ke arah bawah, gantian deh yang di pos 3 pada sibuk ngasih peringatan ke pendaki di bawah kalau jalur ke atas dihadang babi, ini pengalaman pertama saya lihat babi hutan segede anak sapi langsung di alam liar, seru deh. Ubay bilang ini babinya masih kecil soalnya belum ada taring, yaamfun kecilnya aja segede gitu ya, saya tu kebayangnya kan kan babi pink kecil unyu-unyu 😅

Ini dia si B2, untuk lengkapnya ada di vlog, link-nya ada di bawah~
Setelah babinya melipir ke kiri tebing, Ubay dan Ghozi melanjutkan makan siang dalam damai, abis itu kita lanjut ngegas sampai pos 4, 5, dan 6. Dari pos 3 ke pos 4-5-6 jaraknya ga begitu jauh, pokoknya mah yang paling jauh itu  dari pos 1-2-3. Kesamaan semua jalur ini cuma satu: nanjak terus  :')

Naik naik ke puncak gunung~

Nanjak nanjak sekali...
Sekitar jam 4 sore kami tiba di pos 6, lebih cepat dari target yeay. Ini adalah pos paling nyaman buat buka lapak karena areanya lumayan luas dan datar, di sini masih tertutup pepohonan jadi kita ga langsung kena angin. Untuk ke puncak masih ada 2 pos lagi nih yakni pos 7 dan pos 8. Nah, pos 8  sebenernya enak juga buat nenda, tapi kami mikirnya kayak PR banget bebawaan keril sampe pos 8 jadi yaudah sebelum makin rame kami cari lapak di pos 6. Tim Santri belum menunjukkan tanda-tanda kehadiran, kami sebagai tim yang solid (solid apaan orang ninggalin) dah nge-tag tempat buat mereka di samping tenda kami #sikap

Setelah tenda kepasang, kami mulai bikin minuman anget-anget, masak nasi, tinggal nunggu matahari terbenam sama setel lagu payung teduh nih biar jadi anak senja yang kaffah. Pas dekat-dekat magrib akhirnya Tim Santri datang juga. Gila cuy kelompok kami terpisah sekitar 2 jam, jauh banget kan berarti haha, we are speed. Malam semakin larut, semula saya khawatir akan hujan mengingat ini adalah bulan Oktober. Ternyata malam ini cerah tidak ada hujan, tapi ajaibnya suhu udara tidak begitu dingin, asik lah pokoknya. Kami makan malam sederhana saja, nasi putih dan ayam goreng. Kelar makan kami tidak lanjut ngobrol sama Tim Santri, bukan jual mahal tapi kaki udah pada pegel buk, tepar semua deh.

Nasi putih dan ayam goreng thok, pada mlz makan ini
Nah sebelum tidur kayak biasa saya cikat gigi dan buang air kecil dulu, saya minta temenin Ghozi untuk melipir ke hutan. Setelah dapat tempat yang cukup tertutup saya minta Ghozi tungguin dari belakang. Pas saya baru mau matiin senter tetiba Ghozi teriak, "Kak Lala babi kak", eh anj*r saya kaget banget, saya langsung sorot senter ke arah depan, eh beneran ada babi segede anak sapi di depan saya, jaraknya hanya sekitar 3 meter, saya udah tatap-tatapan ama si babi, ya Allah saya langsung lari ke belakang sampai sandal saya lepas sebelah, khawatir si babi akan lari ke arah saya, tapi ternyata babi itu melipir turun ke kanan bawah. Huft untung aja ga dikejar babi, asli ga lucu banget kan kalau ada berita seorang pendaki wanita diseruduk babi saat ingin buang air kecil 😶Saya langsung ambil sandal sebelah dan lari ke tenda, sementara Ghozi sibuk memperingati orang-orang di tenda bawah kalau ada babi ke arah mereka, terus orang-orang langsung pada berhamburan keluar dari tenda karena si babi lumayan cepat larinya, tapi untungnya si babi berhasil digiring ke dalam hutan, hahaha kacau sih ini adalah pendakian paling absurd tapi seru. Di tenda saya ngebatin, ngeri juga kalau saat kami tidur tiba-tiba babinya nyerang, akhirnya sebelum tidur kami semprotkan tenda dengan parfum, tak lupa kami pastikan lagi bahwa kantong logistik sudah digantung tinggi-tinggi.  Alhamdulillah hingga pagi besokannya kami bisa tidur nyenyak tanpa ada serangan babi. 


Minggu, 27 Oktober 2019

Jam 3 alarm saya berbunyi, satu per satu kami pun bangun. Kami bangunin juga Tim Santri. Saat sudah berkumpul semua, kami isi perut dulu bikin minuman anget-anget dan energen sebagai modal nanjak. Kelar sama persiapan ini itu, kami stretching dan mulai summit attack, hmm selalu jadi PR ya untuk menjaga suhu tubuh pada dini hari di gunung, PR tapi ngangenin :)
Perjalanan dari pos 6 ke puncak ini lumayan lama loh, sekitar 2 jam. Kami start jalan dari pukul 3.30 WIB, asik dah tepat waktu kali ini demi golden sunrise.  Sekitar jam setengah 5 langit mulai merah, dan ini baaaguus banget asli, seluruh ufuk timur dipenuhi garis warna merah sementara langit di atasnya masih hitam pekat. Takut kelewat waktu subuh jadinya saya minta ke teman-teman untuk stop dulu dan sholat subuh di jalur. Nah beda dari gunung-gunung lainnya, di Cikuray ini saya nggak dengar suara adzan subuh, biasanya sih masih kedengeran dikit lah yaa gaung-gaung suara adzan di bawah. Dan ini adalah momen yang sangat saya rindukan, sholat subuh berjamaah di alam terbuka, kami langsung sodorin salah satu Tim Santri untuk jadi imam, wah bacaan qur'an-nya ternyata bagus teman-teman, ternyata mereka beneran anak pesantren bukan kaleng-kaleng. Selesai sholat kami lanjut jalan lagi, eniwei ini jalurnya masih nanjak terus ya om tante, nothing change dari basecamp sampe pos 8 haha. Saat tiba di pos 8 langit sudah cerah cuy, yaa gimana yah walaupun sudah jalan dari sebelum subuh tapi ini treknya emang nguji kekuatan paru-paru banget haaah. Kami tidak mendapatkan momen 'pecah telor' di puncak, melainkan di jalur sebelum pos 8, tapi yaudah tetap bagus juga kok, ini nih saya pamerin foto yang berhasil diabadikan oleh Ubay.

Hasil jepretan Ubay, wah kacau bagus banget sih ini pemandangannya
Dari pos 8 ke puncak tu beneran deket banget, kelihatan kok puncaknya, jadi yaudah kalau sudah di pos 8 mah aman. 10 menit jalan santuy akhirnya kami sampai juga di puncak Gunung Cikuray, alhamdulillah 😀

Jalur ke puncak nih om
Di puncak ini sambil nikmatin sunrise kami kenalan satu-satu nama dan asal daerah masing-masing, hahaha dodol banget dari kemarin nanjak bareng tapi nggak saling kenal, taunya rombongan anak Sumatera dan rombongan anak Jakarta. Oke-oke, izinkan saya memperkenalkan Tim Santri, mereka terdiri dari 4 orang yakni si Boy (kepala kelompok, yang ngomporin 3 orang lainnya buat nanjak, dia ini ustadznya alias pengurus asrama haha), lalu ada si Khalis (ini paling kalem, tapi jalannya cepat, tau-tau udah rebus air di tenda), si Kautsar (ini kalem juga,  badannya paling bongsor kumisan kayak om-om tapi baik kok), dan terakhir si Irfan (Mamanya Irfan kalau tante baca blog ini: si Irfan diajarin ngerokok sama si Boy tante!!!)

Kiri-kanan: Ghozi, Boy, Khalis, Kautsar, saia, Irfan, Ubay
Puncak Cikuray ini sempit gais, kayaknya kalau lagi peak season mesti antre untuk ke puncak. Tapi eh tapi di puncak ternyata ada loh yang nenda juga, kebanyakan sih abang-abang sama bocah lokal sih, nonetheless, ga kebayang dah dinginnya, gimana coba kalau kena hipotermia? Yaudah deh, nah berita spektakulernya di puncak ini semalam ada yang kena serangan babi, satu tenda berhasil dirobek, hmmm bukan main juga nih babi kuat loh dia muncak. Balik lagi ke puncaknya, di bagian timur kita absolutely akan menikmati pemandangan sunrise dong, kalau kita melipir ke sisi barat, kita akan menikmati pemandangan Gunung Papandayan, waw! Pas banget ketika saya ngetik part ini saya tu baru dari Gunung Papandayan minggu lalu, dari Papandayan sih Cikuray hanya terlihat jauh menjulang tinggi, tapi ternyata dari puncak Cikuray ini kelihatan jelas banget dong landscape Papandayan segunung-gunungnya uwuw bagus sekali 😍 Puncak Cikuray ini agak crowded ya karena sempit, tapi di sini bener-bener bisa lepas kangen sama lautan awan sihhh, sambil si cowo-cowo pada ngerokok saya dengerin lagu kesukaan pakai earphone, di tengah keramaian manusia  menikmati lautan awan, oh syahdu sekali~

Wafer gue diabisin

Ini pura-pura serius pas difoto

Di belakang kami Gunung Papandayan nih sebenernya, cuma pas banget lagi foto eh ketutupan kabut
Setelah rokoknya abis, kami melanjutkan perjalanan turun, wafer sebungkus yang kami bawa habis tak bersisa, laper ya ternyata. Perjalanan turun sih cepat ya kayak biasanya, cukup 1 jam kami sudah tiba di tenda. Kami langsung keluarin peralatan masak dan masak mie+nugget, Ya Allah gumoh saya di gunung ketemu mie terus cuma gimana yah kalau saya bawa oatmeal yang lain pada gabisa makan sih 😞  Yaudah nikmatin aja deh. Kelar makan si cowo-cowo sebat lagi, haha. Apa nggak engep ya itu paru-paru om, soalnya ini jalurnya kan gini amat.
"Justru biar paru-paru smile"  katanya, yaudah deh the power of positive thinking jadi obat dah tu rokok 😅

Nugget fussion sama mie kuah, yha gimana yha~
Setelah sarapan, jam 9.30 kami mulai bongkar tenda, jam 10.00 WIB sudah meluncur turun dan kali ini kami tidak pisah rombongan sama Tim Santri (plis kami tuh bisa ya setia #hilih). Sepanjang jalan mereka ngelawak mulu, asli dah saya sampe capek ketawa sambil nahan lutut ngadepin jalur turun yang curam. Nggak butuh waktu lama, sekitar jam 12 kami sudah sampai di basecamp, yaps ini juga yang saya suka kalau naik bersama teman-teman yang memang sudah biasa naik gunung: cepat. Di jalan turun ini rintangan yang cukup PR menurut saya adalah dari pos 1 ke bc, why? Seperti pada saat naik, treknya berdebu banget, parah, ditambah sudah keluar vegetasi sehingga panasnya matahari langsung menyengat ke tubuh. Kalau sudah ingat efeknya ke kulit, saya suka sedih inget skincare yang dipakai terasa percuma 😂

Foto terakhir sebelum sampe BC
Jam 12 kami sampai basecamp, dan kami lapar banget!! Sepanjang turun kami belajar jadi orang zuhud ga ngemil gimana-gimana, cuma minum air putih saja, pas sampai bc ya batal zuhudnya balik jadi kaum bar-bar langsung pada pesen nasi ayam 😅 Sekitar 1 jam kami istirahat di BC sambil nunggu mobil bak jemputan, kami bertiga memang buru-buru karena mengejar bus balik ke Jakarta sebelum jam 15.00, yaps ini trik juga buat teman-teman yang mau jalan-jalan ke daerah Garut, usahakan maksimal banget jam 15.00 sudah masuk tol untuk menghindari macet dalam kota Garut. Kalau sudah di atas jam 16.00, hmm sabar-sabar aja yak sama macetnya. Kami tiba di terminal mepet banget jam 15.00, berhubung badan sudah keringatan banget, akhirnya kami sholat dan mandi dulu di toilet umum, gak tahan cuy mau perjalanan jauh ke Jakarta dengan badan masih debuan begini. Kelar urusan bersih-bersih, jam 16.00 WIB kami naik bus dan untung belum macet heuuuh alhamdulillah~

And you know what? Begitu busnya jalan turun hujan teras banget mengiringi perjalanan pulang, yaampun alhamdulillah hujannya turun ketika kami sudah turun gunung :') Kami tiba di Jakarta pukul 9 malam dengan jalanan yang masih basah sisa hujan, rupanya hujannya sampai Jakarta ya. Kami bertiga berpisah di Cililitan dan kembali ke rumah masing-masing.

Daan selesailah pendakian chapter Cikuray, yeaay 🙆 Overall, yang paling saya ingat from the whole of this trip adalah nanjak. Saya nggak rekomendasikan Gunung Cikuray untuk pemula, di sini treknya literally nanjak dari awal sampai akhir, tidak ada sumber mata air sehingga masing-masing orang at least mesti bawa air 3-4 liter, masih banyak babi liar; kalau  nggak paham cara mengamankan diri dan tenda dari serangan babi yaa bisa-bisa diserang, dan saya ndak kebayang gimana rasanya ngelewatin jalur Cikuray saat hujan, fix udah kayak arena ninja warrior. Baiklah segitu dulu deh sharing-sharing saya kali ini, sebentar lagi sudah mau tahun baru, semoga tahun baru membawa banyak kejutan baru yang baik-baik tentunya, selamat liburan semuanya!

Oh iya, sebagai footage tambahan, di pendakian Cikuray kalian ini I'm in the mood bikin vlog singkat soal jalur pendakiannya, kalian bisa cek gimana banget sih jalurnya dari video ini:


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendakian Tak Terlupakan ke Gunung Rinjani

Tips Meredakan Rhinitis Alergi (Pengalaman Pribadi)

Eduard Douwes Dekker, Seorang Belanda Penentang Sistem Tanam Paksa di Indonesia